Selasa, 22 Desember 2009

TANGGUNG JAWAB INTELEKTUAL

Tanggung Jawab Intelektual
Membincangkan kualitas dan tanggung jawab dapat diperdebatkan dalam hitungan jam ataupun hari. Secara sederhana kualitas/mutu adalah tingkat/derajat tentang baik buruknya sesuatu. Sebagai istilah, kata ini dapat dilekatkan pada dimensi apa saja, mulai dari produk barang sampai sesuatu yang abstrak.
Kualitas dan tanggung jawab sifatnya abstrak. Sulit orang mengukur seberapa besar kesadaran dan tanggung jawab yang dimiliki seseorang.
Dalam dimensi Islam, kesadaran dan tanggung jawab dapat diukur dan bukanlah perilaku pasif, jumud (beku), tetapi kesadaran dan tanggung jawab merupakan sesuatu yang aktif, gerak, dinamis, dan berenergi. Perhatikanlah kata takwa. Takwa bukanlah kesadaran yang sekadar iman dalam arti percaya semata, yang hanya dapat dirasakan dalam hati seseorang. Tetapi, takwa merupakan sesuatu yang aktif, dinamis, berenergi, dan memiliki aspek tanggung jawab. Takwa itu entitas yang maujud (riil), dapat diukur, dan tampak sebagai kenyataan yang hidup. Takwa dapat dirasakan akibatnya oleh diri sendiri dan orang lain, siapa pun.
Takwa dapat diukur secara riil dalam perilaku manusia. Dikatakan bertakwa tatkala setiap ujaran yang diluncurkan lisannya adalah sesuatu yang jujur, benar, dan santun. Kesantunan bertutur tatkala berbicara dengan orang lain, tidak menimbulkan fitnah, tidak menyakiti perasaannya, tidak menggunjingkannya. Itu adalah wujud riil takwa.
Kualitas kesadaran dan tanggung jawab terjadi pula dalam konteks hidup dan matinya seseorang. Pemahaman terhadap hidup dan mati dalam perspektif Islam adalah kesadaran yang tinggi yang berpengaruh pada perilaku manusia. Kesadaran terhadap kematian menunjukkan makna yang dinamis, bukan ketakutan.
Keadilan adalah kesadaran yang bertanggung jawab. Keadilan bukanlah sekadar prinsip agama yang statis. Dalam keadilan mengandung martabat manusia yang luhur, mulia, dan egaliter (sama) di hadapan Tuhan.Perhatikan bentuk kualitas kesadaran intelektual yang riil dan dinamis serta bertanggung jawab telah dipraktikkan para sahabat Rasulullah saw. dalam mengubah masyarakatnya. Kita dapat memperhatikan kualitas khalifah Abubakar Shiddiq tatkala menjabat kepala negara pertama dalam Islam. Saat itu Baitul Maal menetapkan santunan per bulan bagi beliau 10 dinar emas. Tatkala beliau mengetahui istrinya masih bisa menabung 1 dinar emas per bulan, beliau mengambil sikap dan keputusan dengan mencukupkan santunan hanya 9 dinar emas per bulan. Satu alasannya, santunan itu berasal dari uang rakyat.
Tugas seorang intelektual dengan kualitas dan kapasitas yang dimilikinya adalah mengubah konflik-konflik sosial yang terjadi di masyarakatnya. Perbedaan yang terjadi seharusnya disinergikan ke arah kemajuan masyarakatnya dan bukan merekayasa konflik dalam tujuan dan kepentingan individu atau kelompok.
Tanggung jawab terbesar dari orang-orang yang hendak membangun kembali masyarakat mereka adalah menyatukan unsur-unsur masyarakat yang terpecah belah dan terkadang saling bertentangan. Tugas yang utama dan terutama adalah strategi untuk merealisasikan agenda kolektif di dalam memperbaiki kehidupan/kesejahteraan seluruh masyarakat dan lingkungan sekelilingnya.
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=98267

Tidak ada komentar:

Posting Komentar